Jika anda adalah seorang pemadat
sepakbola, ada beberapa hal yang menyenangkan untuk dilihat dari sepakbola itu
sendiri. anda yang glory hunter tentu akan senang jika melihat tm yang anda
dukung meraih banyak piala dengan waktu singkat. Anda yang gemar menganalisis
tentu akan sangat senang jika mendapatkan bahan analisis melalui medium
sepakbola dengan menyelipkan beberapa perspektif serta tori-teori sosial untuk
memperkuat analisis sepakbola anda – terkadang, tulisan sepakbola biasanya hanya
dituliskan secara receh di media massa- Anda yang seorang kolektor tentu akan
bahagia memiliki memorabilia dari ranah sepakola seperti jersey, pernak-pernik
klub kesayangan, bahkan rumput stadion akan menjadi koleksi yang tak ternilai
harganya jika dibandingkan dengan batu akik yang sedang happening belakangan ini.
hal-hal tersebut akan menyenangkan bagi anda secara pribadi.
Bagi saya, tak ada yang lebih
menyenangkan daripada menyaksikan sebuah laga derby dalam sepakbola. derby, sebagaimana
dituliskan oleh yang maha tahu, wikipedia, adalah sebuah pertandingan tim yang
memiliki rivalitas sengit antar kedua tim. Biasanya derby bisa berskala lokal,
nasional maupun internasional. Ada banyak partai derby yang populer. Misalnya
derby della capitale yang mempertemukan Lazio – Roma. Della Madonnina
(Inter-Milan) Der Klassiker (Ajax – Feyenoord) Old Firm (Celtic – Rangers) El
Classico (Madrid – Barca) Northside (United – Liverpool) hingga sebuah laga yan
harus disaksikan sebelum anda meninggalkan dunia fana ini, Derby Super Classic, yang
mempertemukan Boca Juniors dan River Plate. Pertarungaan Super Classic sendiri
diidentikan dengan pertarungan entis Italia (Boca) dan Spanyol (River), serta
pertaruhan kelas sosial. Ngeri.
Dari sekian banyak derby yang
sudah disebutkan di atas, ada sebuah derby yang menarik perhatian
saya, setidaknya sampai hari ini. pertandingan antara Manchester United melawan
Manchester City. Derby ini tadinya bukan apa-apa pada masa lampau. Dulu, United
terlalu superior untuk City. Setan merah bahkan selalu direpresentasikan
sebagai tim terbaik di Britania Raya (bahkan dunia). Hal ini bisa dilihat dari
banyaknya gelar yang menghiasi ruang piala di Old Trafford serta banyaknya
bintang-bintang dunia yang merumput disana sebut saja Erick Cantona, Jaap Stam,
Peter Smicheels, Andy Cole, Dwright Yorke dan generasi emas Class of 92. Jangan
lupakan juga sosok tua bangka yang handal meracik strategi dan membuat United
selalu lapar gelar, Alex Champman Ferguson.
Sementara City selalu tengelam
dalam bayang-bayang itu. Tak ada yang bisa dibanggakan dari tim ini. prestasi
nihil, kerap turun naik antar divisi seperti yoyo. Sungguh tidak mengenakan
untuk dibicarakan di warung kopi bersama teman-teman. Satu-satunya hal yang
membuat nama City menjadi “agak” terkenal ialah berkat Gallagher bersaudara
dari kelompok musik Oasis. Secara kebetulan, Oasis sendiri merupakan salah satu
band yang cukup digandrungi pada medio pertengahan tahun 90 hingga awal
milenium. Jika tak percaya, anda bisa mengecek penjualan album mereka sepanjang
rentang tahun tersebut. Berkat sorotan yang cukup banyak dari media massa pada
saat itu, Oasis - dalam hal ini Noel dan Liam- mencoba memperkenalkan klub
kesayangannya kepada para penggemarnya, melalui berbagai cara.
Pada beberapa kesempatan, mereka
kerap kali mengenakan kostum the sky blues, baik dalam aksi pangung maupun sesi
foto. Bahkan di sebuah konser bertajuk Familiar to Millions pada tahun 2000an,
Liam Gallagher meneriakan “Oh Manchester” kepada ribuan pasang mata di Wembley.
Teriakan tersebut disambut oleh sebagian orang yang memakai jersey City disana.
Padahal, saat konser itu diselenggarakan. Manchester City tak ubahnya tim
medioker yang tengah mencari stabilitas posisi di papan klasmen. Namun Liam
nampak tak peduli dengan apa yang terjadi dengan the Eastland saat itu.
Adalah ketekunan dan popularitas
Gallagher bersaudara mempromosikan Manchester Biru pada setiap kesempatan yang akhirnya
membuat sebagian fans Oasis rela “dibabtis” sebagai fans City. Walaupun
jumlahnya tak terlalu signifikan, minimal Gallagher bersaudara telah memberikan
sesuatu yang luar biasa saat klub kesayangan mereka sedang dalam kondisi
memprihatinkan. Bahkan suatu ketika, saat Noel tengah mabuk berat pada medio
2000an, ia menginginkan City membeli Paolo Maldini agar timnya bisa meraih
sukses. Jika perlu, ia sendiri yang akan turun bernegoisasi dengan salah satu
legenda AC Milan itu. adakah yang kurang dari kecintaan Gallagher’s pada City?
Seiring berjalannya waktu, tuhan
menunjukan keadilannya. Ia memberikan hadiah yang cukup istimewa bagi klub yang
kental dengan aroma biru langit ini. tuhan meletakan Thaksin Shinawatra untuk
membangun fondasi City yang kian tak jelas. Thaksin dengan cekatan membangun
tim yang hampir roboh itu perlahan-lahan. Ia membeli beberapa pemain untuk
dijadikan pilar klub. Ia juga mendatankan beberapa juru racik demi menstabilkan
permainan tim. Hasilnya ? City merangsek sedikit demi sedikit ke papan tengah.
Kucuran uang dari Thaksin jugalah
yang memberikan sedikit bumbu pada derby manchester di awal-awal kepemimpinan
eks perdana menteri Thailand itu. saya masih ingat bagaima lesatan Elano Blumer
bersarang dengan manisnya di sisi gawang Edwin Van Der Sar. City menang tipis
1-0. Namun kemenangan akan terasa spesial. Karena yang mereka tundukan adalah Manchester United.
Sejak pertandingan itu, saya
selalu menganggap derby manchester menjadi salah satu derby yang patut untuk
disaksikan. Karena ada dua hal sederhana yang akan tersaji disana. City ingin
membuktikan mereka mampu memberikan perlawanan kepada United. Sementara United
ingin memberitahu dunia bahwa hanya ada satu tim di Manchester. Persaingan kedua
tim semakin memanas saat Sheikh Mansour mengakusisi City dari tangan Thaksin.
Ia menggelontorkan ratusan juta pounds demi mendatangkan kesuksesan bagi sisi
biru Manchester. Hasilnya bisa dibilang cukup memuaskan. City berhasil
menjuarai dua gelar Liga Inggris. Satu piala FA, satu Piala Liga dan piring
cantik bernama Community Shield dalam rentan waktu lima tahun terakhir setelah
Mansour tak pernah lelah membuka rekeningnya untuk City.
Kedigdayaan City dalam beberapa
tahun kebelakang, pada akhirnya membuat United mengakui adanya rivalitas
diantara mereka. Bahkan jika dirunut tiga tahun ke belakang, united agak kurang
menggigit jika tampil di Teater Impian. Mereka kandas tiga kali oleh si
tetangga berisik. Salah satunya dengan skor yang cukup membuat mereka
tercengang, 1-6. Skor tersebut terjadi pada saat Ferguson masih melatih United.
Anda bisa bayangkan wajah bacoonnya saat united dikalahkan dengan skor sebesar
itu oleh tim yang dianggapnya sebagai tetangga berisik. Hal itu sudah dipastikan
akan menganggu psikologis Fergie sampai ia mengalami sakaratul maut di ujung
usianya.
Selepas pensiunnya Fergie dari sepakbola, United seperti kehilangan arah. Para pemainnya saat itu bak ayam kehilangan induknya. Lihat saja bagaimana performa Van Persie dan kolega semenjak tak ada sosok yang sering mengunyah permen karet selama 27 tahun di sisi lapangan. David Moyes ditunjuk oleh Fergie pribadi sebagai suksesornya di teater impian. Moyes memang memberikan banyak kontribusi bagi United musim kemarin. Salah satunya dengan membiarkan City mendouble United dalam pertandingan kandang maupun tandang di ajang Liga Inggris. United terperosok ke peringkat ketujuh. Sementara City berhasil meraih double winner di akhir kompetisi.
Selepas pensiunnya Fergie dari sepakbola, United seperti kehilangan arah. Para pemainnya saat itu bak ayam kehilangan induknya. Lihat saja bagaimana performa Van Persie dan kolega semenjak tak ada sosok yang sering mengunyah permen karet selama 27 tahun di sisi lapangan. David Moyes ditunjuk oleh Fergie pribadi sebagai suksesornya di teater impian. Moyes memang memberikan banyak kontribusi bagi United musim kemarin. Salah satunya dengan membiarkan City mendouble United dalam pertandingan kandang maupun tandang di ajang Liga Inggris. United terperosok ke peringkat ketujuh. Sementara City berhasil meraih double winner di akhir kompetisi.
Pertarungan uang jelas terasa
sekali saat United dan City dikaitkan satu sama lain. Lihat saat awal musim
United mendatangkan Angel di Maria, yang mana transfernya memecahkan rekor
transfer tertinggi untuk Liga Inggris. Selain itu, United juga mendatangkan
Radamel Falcao dari As Monaco dengan status pinjaman. Harga peminjaman tersebut
dipredisksikan beberapa sumber mencapai lebih dari sepuluh juta poundsterling.
Belum lagi jumlah uang yang dikeluarkan untuk memuluskan kedatangan Ander
Herrera, Marcos Rojo dan Daley Blind. Padahal, ini bukanlah United yang
biasanya kita tahu. United tudak pernah membelanjakan uang sebesar musim ini
pada beberapa tahun belakangan. United ruins the football.
Sementara itu, City juga
mendatangkan beberapa pemain untuk melapisi pertahanan mereka yang kian
tergerus usia Eliaquim Mangala, Fernando Reges dan Bachari Sagna merapat ke Carrington. Khusus Mangala,
City gagal dalam bursa transfer musim panas lalu. lihat saja bagaimana kontribusi mereka untuk tim. bisa dibilang agak mengecewakan. mengingat dana yang dikeluarkan cukup besar. Belum lagi pemain anyar yang didatangkan di Transfer Window Januari macam Wilfried Bony, ia hanya mencetak sebutir gol. Itupun kala melawan WBA.
Jika anda gemar berhitung. Coba
kalkulasikan berapa total harga pemain dari kedua kesebelasan tersebut. Walaupun
sebenarnya konteks rivalitasnya masih tergolong sangat minim: Menguasai
Manchester. Dua puluh dua orang yang anda lihat di lapangan saat keduanya
beradu taktik memiliki bandrol yang cukup untuk menyelenggarakan Liga Indonesia
selama puluhan tahun kedepan. Derby kedua tim ini cukup mahal diantara
derby-derby lain di Britania Raya. Hanya
laga El Classico yang mampu menyaingi besarnya harga pemain yang berlaga di
Derby Manchester.
Kakalahan City dari United pada
super Sunday lalu juga memberikan warna baru. United masih mampu menggigit City
walaupun hanya sekali dalam lima pertemuan terakhirnya di Old Trafford. United dibawah asuhan Van Gaal memang lebih menyenangkan.
Mereka mampu memberikan perlawanan bagi City. Setidaknya kekalahan di Etihad
pada pertemuan pertama mampu dibalas. Kini United sudah berada di atas City
dengan torehan empat poin lebih banyak.
Sialnya saya tak mendapat sesuatu
yang spesial berupa baku hantam antar pemain dan panasnya tensi pertandingan minggu kemarin. Tak etis rasanya melihat sebuah
derby tanpa adegan perkelahian. Sama saja seperti anda meletakan sayur oyong
untuk disantap bersama nasi putih pada saat dinner bersama orang terkasih. Hambar.
Jika boleh diklasifiasikan. Super
Classic adalah pertarungan antar orang dewasa. Old Firm adalah perkelahian anak
SMA. El Classico adalah pertarungan anak SMP. Derby manchester sendiri adalah
pertarungan antar anak SD yang masih ingusan karena tensinya belum cukup besar
dibandingkan yang lain. Namun siapa tahu klasifikasi ini akan berubah seiring
berjalannya waktu.