Minggu, 09 November 2014

Analisis sederhana Manchester City musim ini


And the Sadness Begin.............


Manchester City kini sedang dalam keadaan darurat. Usai menang 1-0 di derby Manchester pekan lalu, the Eastlands kurang menunjukan giginya di dua laga terakhir. Tim yang diarsiteki Pellegrini ini seakan tampil melempem. Semalam, City dipaksa “hanya” membawa pulang satu angka dari Loftus Road, kandang dari Queens Park Rangers. Dua gol dari Aguero semalam hanya membantu City terhindar dari kekalahan.

Sebenarnya, performa City memang anjlok pasca kalah dari West Ham United beberapa pekan lalu. Lini belakang mereka seakan terlalu kaget menerima eksploitasi dari lawan. Semenjak itu, status City sebagai tim petrodollar mulai dipertanyakan. Mereka lantas kalah oleh Newcastle United di babak keempat piala liga serta hanya menang tipis atas United di derby kemarin, itupun dengan cara main “yang membosankan” pula, dan saat menjamu CSKA di Etihad, City keok 1-2.

Jika ingin dianalisis, apa yang menyebabkan City kurang menggigit musim ini (dan di musim-musim sebelumnya, tentu saja), mungkin saya bisa menjabarkannya secara ringkas, tentu saja penjabaran saya masih prematur dan ada kemungkinan salah dimana-mana.
·         Faktor musim genap

Ini mungkin akan mengusik saya, bahkan anda yang mengaku sebagai die hard fans Man City. Anda bisa lihat beberapa musim kebelakang. Di musim 2010/11, City memang berhssil mengalahkan Stoke City di final piala FA, dan memposisikan diri di jajaran elit Premier League, dengan berdiri tegap di peringkat ketiga. Namun mereka kandas di  16 besar EURO Cup oleh Dynamo Kiev, yang memiliki materi pemain dibawah City. Seharusnya diatas kertas, City bisa mengtasi eks klub Andry Shevchenko itu. Pada musim 2012/13. City hancur sehancur hancurnya. Hal ini bisa dilihat dari melempemnya mereka di liga, kekalahan tragis di Final piala FA oleh Wigan, serta gagal lolosnya mereka ke fase 16 besar Liga Champions. Menjuarai Communitty Shield bukanlah sebuah hal yang patut dibanggakan. Itu hanyalah piring cantik yang dibingkai sedemikian rupa, tak ada nilai di dalamnya. Dan pada akhir musim, Roberto Mancini terpaksa dienyahkan dari Etihad.

Musim ini sepertinya sami mawon dengan musim 2012/13. Status  City sebagai juara Premier League dan piala liga musim lalu seakan menambah beban di pundak mereka. Siapa bisa bayangkan tim dengan komposisi pemain super menakjubkan ini bisa kalah dari Stoke City, West Ham, CSKA, bahkan Newcastle sekalipun? Anda semua tak bisa mengiranya bukan? Ngeri.

Apalagi jika anda seorang glory hunter yang tiba-tiba mendukung City karena raihan gelar mereka. Apa yang bisa diharapkan City musim ini? Untuk Premier League, Chelsea tak terbendung lagi. Saya bisa memastikan, Chelsea sudah melengkapi syarat untuk juara liga musim ini. Piala liga? City sudah kandas di babak keempat oleh tim yang pernah dibela Santiago Munez di film Goal. Liga Champions? Peluang City untuk lolos saja sudah berat, mentalitas tim kota pelabuhan ini masih cemen untuk tampil di ajang paling presis sebenua biru. Communitty Shield? City kalah 3-0 dari Arsenal. Satu-satunya trophy yang bisa diraih adalah piala FA, itupun masih tanda tanya. Karena kita belum tahu siapa lawan city di babak-babak selanjutnya. Tapi pertanyaannya, apakah Mansour rela uang yang sudah ia habiskan untuk membangun City musim ini hanya berbuah piala FA? Silahkan tanya kepadanya.

·         Mentalitas

Pada dasarnya, semenjak awal dibeli oleh Thaksin, hingga sekarang dimiliki oleh Mansour. City bukanlah tim yang di design untuk menjadi juara, saya yakin sekali. Lihat saja daftar transfer City. Apakah mereka yang pernah / sedang bermain di City memiliki mental pemenang? Mungkin hanya Yaya Toure dan Frank Lampard yang memiliki tipikal pemenang. Dari segi pelatih juga demikian. Apa sumbangsih para pelatih City terdahulu sebelum Pellegrini? Mancini bisa membuat Inter terlihat hebat saat Juventus tak ada di serie A, Mark Hughes hanya membuang-buang uang di the Sky Blues. Sven-Goran Erickson hanyalah pesakitan bagi timnas Inggris. Pellegrini? ia hanya mewarisi skuad “sisaan” Mancini sebelum membawa City meraih double winners kemarin. Bukankah begitu? Mentalitas City sebagai tim besar mulai dipertanyakan.

·         Gaji pemain yang kelewat tinggi

Dulu, anda hanya bisa melihat segelintir pemain dyang memiliki gaji diatas 100.000 Pounds sepekan. Biasanya, pemain ini adalah pemain sentral di timnya dan memiliki pengaruh besar seperti Gerrard, Lampard, Terry, Ronaldo, Messi dan lain sebagainya. Orang-orang tersebut jelas memiliki pengaruh cukup signifikan di timnya. Namun City sepertinya tak memikirkan hal itu. Skuad mereka dihuni oleh pemain-pemain yang bisa dibilang semenjana untuk digaji besar. Lihat saja Edin Dzeko, Samir Nasri, Alex Kolarov misalnya. Apa yang mereka berikan untuk tim sejauh ini? Kolarov terlalu berlebihan untuk dibayar mahal. Kualitasnya kurang untuk kategori pemain mahal. Nasri? Ah ia bukanlah sosok yang penting-penting amat bagi tim, ia juga belum bisa dikatakan sebagai otak permainan. Medioker. Dzeko? Hanya orang gila yang mau membayar striker tumpul ini dengan gaji fantastis. Koleksi golnya sangat minim untuk seorang striker mahal. Mereka seharusnya dapat menunjukan permainan yang ciamik, mengingat pendapatan mereka sangatlah besar, sialnya lagi, mereka yang digaji tinggi di City tak memiliki mental sebagai pemenang. Menyebalkan.

·         Director of Football (DoF)

Mansour menunjuk Txiki Begiriastain untuk menjadikan City sebagai suksesor Barcelona di ranah Britania. Tapi jika saya telaah, Txiki hanya membuat kekacauan di City. Lihat saja transfer-transfer flop City seperti Javi Garcia, Matija Nastasic, Stefan Jovetic, hingga yang terbaru, Eliaquim Mangala. Semuanya bisa dibilang gagal. Mungkin dari sekian transfer tersebut, hanya Negredo yang bisa dibilang lumayan. Tapi kita harus ingat, Negredo sudah tidak ada di City sekarang.

Campur tangan DoF pada sesi transfer (untuk konteks liga inggris) memang menyebalkan. Seharusnya manager memiliki opsi lebih banyak perihal jual beli pemain. DoF sebetulnya tidak terlalu diperlukan di liga Inggris. Lihat saja performa Spurs / Newcastle musim lalu, mereka tak bisa berbuat banyak di liga akibat pemain yang dibeli DoF mereka tidak benar-benar diperlukan oleh pelatih. Spurs gagal ke Liga Champions, Villas-Boas dipecat karena dianggap gagal. Sementara Newcastle hampir degradasi kemarin akibat banyaknya campur tangan Joe Kiennar, jika Lord Remy tak berbaik hati menyumbangkan gol-golnya, Newcastle bisa lenyap dari daftar tim yang berlaga di Premier League musim ini Atas dasar itulah, saya mulai mengerti mengapa Jose Mourinho tak ingin ada campur tangan DoF dalam membangun timnya.

·         Ambisi Mansour sebagai pemilik dan Status sebagai tim modern

Sebagai seorang investor, sudah barang tentu Mansour mengharapkan sesuatu dari investasinya. Ratusan juta pounds sudah ia keluarkan demi membangun City menjadikan sebagai salah satu tim besar yang siap bersaing di pentas lokal maupun Eropa. Semenjak Mansour mengakusisi City dari Thaksin, ia sudah mendapatkan semua gelar di kancah domestik. Piala FA (2010/11), Community Shield (2012/13), Premier League (2011/12, 2013/14) dan Capital One (2013/14). Gelar-gelar itu tentu bukan hal yang prestisius bagi Mansour. Liga Champions adalah hal yang wajib direngkuh City. Mansour sadar, City tentu tidak mudah menggapainya. Beberapa waktu lalu, ia hanya menargetkan kepada Pellegrini untuk lolos ke babak perempat final Liga Champions musim ini. Secara kasat mata, hal ini tidaklah sulit mengingat City memiliki skuad super yang mungkin saja bisa menjuarai Liga Champions. Namun sepertinya, mentalitas merekalah yang membuat sulitnya berprestasi di Eropa. Sialnya lagi, Mansour memiliki kesabaran lebih untuk pelatih. Ia tak segan memecat pelatih jika target tak sesuai harapan. Hal inilah yang membuat City gagal berkembang, mereka kurang menikmati proses perjalanan menuju kejayaan. Hal ini jelas membuat City tak memiliki filosofis permainan yang jelas seperti United di Era Ferguson, Arsenal di bawah Wenger. Ah City terlalu modern untuk sepakbola, dimana hasil menjadi lebih penting daripada proses.

Beberapa faktor inilah yang membuat perjalanan City agak tersendat di semua ajang. Sebagai fans, saya tentu hanya bisa mengambarkan kondisi tim kesayangan melalui sisi subjektivitas saja. Tentu saja  validnya tulisan ini masih prematur. Anda boleh mengamininya boleh tidak bahkan boleh menyangkalnya. Apapun itu, City harus berdiri diatas United musim ini. itu sudah cukup.

Sabtu, 01 November 2014

Jelang Derby Manchester: Perang Argentinos, pelipur lara dan penguasa kota.


A Pride of Manchester : City or United?


Ada hal yang cukup menarik perhatian saya ketika orang-orang Argentina melakukan ekspansi ke sisi-sisi Manchester belakangan ini. seperti kita tahu, City sudah memiliki para Argentinos macam Aguero, Zabaleta, Demichelis dan yang terbaru Willy “Van Diesel” Caballero, yang baru saja bergabung dari Malaga musim ini. Orang-orang Argentina ini memiliki peranan yang cukup signifikan di Manchester biru. Zabaleta adalah pembunuh kelas kakap yang kerap melakukan penetrasi berbahaya ke kotak terlarang lawan. Demichelis masih bisa dibilang kuat untuk mengawal lini belakang City, walaupun usianya sudah termakan habis, ia sudah memiliki segudang pengalaman membela tim-tim beken Eropa. Aguero adalah predator kelas kakap untuk City, ia memiliki porsi mencetak gol yang lumayan semenjak kepergian Alvaro Negredo ke Valencia. Hal ini bisa dilihat dari koleksi 9 golnya bersama City hanya di ajang premier league. Walaupun terkadang inkonsisten, Aguero selalu menjadi andalan City di lini depan. Sementara Caballero sendiri adalah salah satu kiper terbaik La Liga musim kemarin. Ia datang ke City bukan untuk sekedar melapisi Joe Hart. Ia datang untuk menggusur Hart yang kerap bermain bak yoyo belakangan ini. hanya perkara waktu saja untuk kita agar melihat Caballero mengisi pos terakhir the Eastlands.
Kegemilangan para Argentinos di City sepertinya membuat Manchester United agak iri. Selepas kepergian Carlos Tevez beberapa musim lalu, United nampaknya mulai merindukan sosok Argentinos di skuad mereka. Dengan gerilia superkilat di bursa transfer musim panas kemarin, mereka mendatangkan Angel di Maria dari Real Madrid dan Marcos Rojo dari Sporting Lisbon guna mengembalikan kembali kejayaan mereka yang hilang pasca “menjadi klub yang biasa-biasa saja” di bawah arahan David Moyes musim lalu. Kita semua tahu, di Maria adalah sosok yang cukup sentral untuk madrid. Puluhan assist sudah ia bagikan kepada para galaticos bernabeu lainnya. Penetrasi serta tusukan mautnya mampu membuat bek-bek di Spanyol mati kutu. Tak heran jika United mau menggelontorkan dana besar untuk di Maria sekaligus memberikannya nomor 7,  nomor yang sudah tak lagi dianggap legendaris semenjak dikenakan si rapuh Michael Owen.  Sementara Rojo sendiri adalah sok yang cukup piawai dalam mengawal pertahanan. Bahkan, kehadiran Rojo di theatre of dreams adalah permintaan khusus Van Gaal. Dirinya menganggap United terlalu rapuh di lini belakang. Sosok Rojo dianggap pas untuk menambal kebocoran tersebut.
Battle of Argentinos pada derby Manchester akan menjadi pemandangan tersendiri pada Minggu (2/11) besok. Saya berharap ada hadiah manis dari Zabaleta untuk di Maria, hadiah itu cukup dengan membuat kaki di Maria menjadi lumpuh sejenak. Dan saya juga berharap perseturuan Rojo dan Aguero dapat terjadi di lapangan pada derby besok. Semoga saja Aguero terpukul telak di bagian kepala dan menyisakan memar di wajah tampannya. Mungkin keinginan saya agak ngawur, namun apa artinya sebuah derbi jika tak ada tensi tinggi? Bukankah perkelahian juga merupakan salah satu pemicu tingginya tensi permainan?
Terlepas dari perang para imigran asal negara Mario Kempes itu. ada faktor lain yang akan membuat derby kali ini akan berlangsung seru, perihal pelipur lara. Baik City maupun United sama-sama belum meraih kemenangan akhir-akhir ini. United hanya mampu meraih dua poin dalam dua laga terakhirnya di Liga (draw melawan Chelsea dan West Brom). Sementara City lebih parah lagi, hanya meraih sekali seri dalam tiga ajang mereka (Draw melawan CSKA di Liga Champions, Kalah melawan Hipster London, West Ham United di Liga, serta kalah dari Newcastle di babak keempat piala liga). Kemenagan seakan menjadi harga mati untuk kedua tim yang tengah terluka ini. dilihat dari sisi manapun, keduanya memang membutuhkan obat untuk memulihkan performa mereka yang merosot belakangan ini. dan obat tersebut bisa diambil di apotik Etihad besok sore.
Disamping kemenagan, baik United maupun City akan sama-sama bernafsu untuk membuktikan diri menjadi yang terbaik di Manchester. Musim lalu, saat masih ditangani Moyes. United berhasil mencetak rekor. Mereka harus kalah baik kandang maupun tandang oleh City. Ini jelas memalukan, mengingat United adalah tim besar, mereka harus kalah dari tim kemarin sore, dua kali, di musim yang sama, kota yang sama. Untungnya tidak kalah 1-6. Ah sudahlah, ini hanya dagelan semata. Sementara City sendiri ingin membuktikan diri sebagai Pride Of Manchester kepada United. Mereka adalah satu-satunya wakil asal kota pelabuhan ini yang tampil di liga champions selepas United menyatakan bosan tampil di ajang ini musim kemarin. Sementara itu, Meneer Van Gaal juga harus membuktikan dirinya lebih hebat dari Pellegrini perihal adu taktik. Mengingat Van Gaal adalah salah satu pelatih dengan Cv terbaik di Eropa. Apapun alasannya, status sebagai penguasa kota jelas mutlak dimiliki keduanya. Kemenangan jadi hal yang harus diraih kedua tim. Hasil seri bukalah hal yang diinginkan kedua tim. Sekalipun nantinya harus berakhir seri, minimal harus ada korban dalam pertarungan besok. Here there are mate. .enjoy Manchester Derby !!!

Senin, 20 Oktober 2014

Balada Jox kecil dan Republik Sulap






Beberapa tahun lalu, media memperkenalkan seorang kepada khalayak. Ia adalah sosok yang kurus, tinggi, murah senyum, rendah hati, berflanel ala Cobain dan Vedder, berwajah mirip Barry Obama, orang itu adalah Jox. Jox merupakan seorang yang gemar terhadap musik rock yang hingar bingar. Selain musik rock, Jox adalah salah satu yang paling berpengaruh di Republik Pakubuwono. Kala itu, Jox memenangi anugrah sebagai gubernur terbaik versi apalah, saya lupa. Singkat kata, Jox diperintahkan oleh bos besar Chicago Bulls untuk mencalonkan diri sebagai orang nomor satu di kota Joker. Dan Jox mengamini. Mungkin ia takut kualat.

Sekedar catatan, Joker adalah salah satu kota yang tak layak untuk disebut kota. Joker terlalu sibuk, lebih sibuk daripada London dan New York. Terlalu padat, sepadat Bombay dan New Delhi. Dan terlalu kecil, sekecil Singapura atau San Marino. Banyangkanlah sendiri seperti apa kota Joker. Kota ini cocok untuk anda yang ingin menjadi musisi cadas, karena iklim dan kulturnya sangat cocok untuk mendukung obsesi kecadasan anda.

Kembali lagi ke pokok permasalahan, Jox bertarung dengan empat kandidat lainnya demi kursi nomor satu di Joker. Jox mampu melewati putaran pertama dengan baik. Ia menyingkirkan lawannya untuk bertarung dengan penguasa lama, Fox. Pertarungan sengit terjadi. Kata demi kata keluar dari mulut keduanya demi meyakinkan warga Joker. Kata tersebut banyak berisi perencanaan pembangunan, merapihkan bobroknya menejemen, infrastruktur serta tetek bengek lainnya yang terlalu malas untuk saya jelaskan disini.

Pada pertarungan kedua, Dimana Jox menghadapi Fox, warga Joker berbondong-bondong memasuki bilik demi memberikan energi berlebih dan sorak sorai kepada keduanya. Hasilnya, Jox berhasil mengalahkan Fox dengan uppercut dan diakhiri dengan TKO. Jox menang telak atas penguasa lama, Si warga asli Joker (walaupun saya meragukan jika ada warga Joker bernama foxbow, tapi biar saja lah). Sebagai pengganti sabuk kejuaraan, Jox berhasil menduduki singgasana kota yang paling absurd, sumpek namun penuh dengan investasi yang tak dapat terlihat oleh mata telanjang, Joker.

Jox kemudian menandatangani perjanjian Rock Wrote, diasana ia berjanji akan memimpin Joker dengan baik selama lima tahun. Sebuah janji yang menyegarkan untuk warga Joker yang haus akan dahaga akan pembuktian dari janji seorang pemimpin. Dalam janjinya, Jox bersumpah atas nama tuhan. Sebuah sumpah yang sakral dan terlalu berdosa untuk di ingkari. Apalagi Jox saat itu sudah bergelar Haji. 

Tahun tahun awal kepemimpinannya, Jox seakan menjadi Superman. Ia hadir dengan beragam inovasi menarik. Relokasi kanal banjir, disiplin dan ketegasan kepada koorporasi, blusukan ke perkampungan dan selokan-selokan, pendirian kampung deret, negoisasi dengan sepuh Brotherland yang berujung pada tertatanya fuckin market tersebut serta penambahan armada untuk bus trans,. Poin-poin penting itu sudah dimiliki Jox saat memimpin the Dammed City.

Berhasilnya poin-poin tersebut membuat beberapa orang (saya mengindikasikannya sebagai proyek gelap Chicago Bulls, untuk memperbaiki kredibilitasnya) ingin mendeklarasikan Jox sebagai orang nomor satu di Republik sulap. Republik yang sangat sakti. Dimana semua hal gaib dan magis bisa dilakukan tanpa orang lain yang melihatnya tahu. Republik sulap sendiri adalah republik yang berbasis kepulauan-kepulauan. Jumlah pulaunya melebihi 10.000 dan hampir semuanya indah. Bahkan beberapa waktu lalu, Pesepakbola dunia yang terkenal seperti Kristiano mau bermain di kompetisi sepakbola Liga Sulap suatu hari nanti. Ia hanya meminta bayarab sebuah pulau Hali Devarta.

Republik sulap sendiri sebenarnya adalah sebuah kasur yang empuk bagi para kapitalis wahid dunia. Mereka berlomba-lomba menjajakan tampilan berhalanya di republik ini. Sekalipun orang-orang di Republik ini pandai sulap, mereka tak bisa menyulap para kapitalis yang terus mendisplay kenikmatan pasca era modern. Mereka kerap tunduh dan patuh terhadap dollar ataupun poundsterling.

Deklarasi tersebut ternyata bukan omong kosong. Queen, selaku ketua umum Chicago Bulls mempromosikan Jox untuk maju sebagai calon pemimpin Republik Sulap. Queen sendiri sudah beberapa kali mencalonkan diri sebagai calon pemimpin, ia selalu gagal. Faktor ayahnya adalah legenda Republik Sulap belumlah cukup mengangkat kredibilitasnya.  Saat promosi calon di titahkan, belum ada konfirmasi resmi dari Jox. Waktu itu, Jox bilang ia hanya fokus menangani Joker bersama rekan sejawatnya, Uhuk Batuk. 

Waktu berganti, bulan berganti  dan suara burung tetap berkumandang sebagaimana seharusnya. Jox akhirnya menyetujui hasil rapat Chichago Bulls untuk menjadikannya sebagai calon pemimpin Republik Sulap. Dengan demikian, Jox meninggalkan Uhuk, patner kerjanya untuk mengurusi Kota Joker. Ia juga mengingkari perjanjian Rock Wrote, menghianati warga Joker, serta mengkhianati sumpahnya kepada tuhan. Jox  is a judas? I dunno.

Yang jelas, ada sebuah hadist yang menggambarkan keadaan ini:

"Kamu lemah, dan ini adalah amanah sekaligus dapat menjadi sebab kenistaan dan penyesalan di hari kemudian (bila disia-siakan)." (H R. Muslim).

Berikut adalah beberapa hal yang bisa ditafsirkan:

Pertama: Jox menyiayiakan amanah untuk memimpin Joker selama lima tahun kedepan.

Kedua: Jox menghianati janjinya terhadap warga Joker, Rock wrote serta kepada tuhannya.

Ketiga: Jox masih memiliki janji yang belum ia realisasikan kepada warga Joker.

Keempat: Jox terlalu lemah, Jox terlalu mudah mengamini semua titah Queen.

Kelima:  Jika Jox nantinya memimpin Republik Sulap, bisakah ia amanah?.

Keenam: Amanah yang diabaikan oleh Jox akan menjadi sebuah penyesalan bagi Jox pribadi

Jumat, 01 Agustus 2014

Agresi Gaza dan Sepakbola Zion

 
Timnas Sepakbola Istrael
 
Saya mungkin termasuk salah satu orang yang jenuh terhadap agresi Istrael ke Gaza. Bagaimana tidak, sejak masih sekolah dasar hingga sekarang, selalu ada berita tentang bombardir kaum zion ke tempat yang disinyalir menjadi persembunyian pejuang Hammas. Entah mengapa, karena bodoh atau tak bisa membaca situasi, roket-roket istrael tak pernah mengenai markas Hammas. Apakah Hammas memang dilindungi yang maha kuasa? Entahlah.
Anehnya, jika Hammas melakukan agresi ke Istrael, mereka kerap mengenai sektor-sektor pemerintahan Istrael. Inilah keajaiban. Tuhan selalu bersama orang-orang teraniaya. Ah sudahlah, saya tak ingin terlalu agamais disini toh juga saya tak begitu memperdulikan konflik disana. Karena kehidupan saya terlalu banyak mengandung konfli. Saya tak ada waktu untuk mengurusi urusan receh tersebut.
Saya ingin menggarisbawahi masalah budget yang dikeluarkan Istrael untuk biaya perang. Sudah berapa juta dollar yang mereka keluarkan sepanjang waktu demi menyerang Gaza? Hal tersebut terlalu mubazir jika hanya digunakan untuk berperang dengan Palestina. Bukankah bangsa Istrael –atau yahudi lebih tepatnya- termasuk bangsa yang cerdas? Qur’an pun pernah menyebutkan hal tersebut. Saya lupa dibagian mana. Apakah memang prinsip orang cerdas selalu membuang-buang uang? Saya rasa tidak.
Jika saja Istrael mau sedikit saja mengalokasikan dana perang mereka yang tak penting itu ke ranah sepakbola, saya yakin perkembangan sepakbola mereka tak akan kalah dengan sepakbola Inggris, Italia atau Spanyol. Bukankah orang yahudi juga gemar sepakbola? Lihat saja bagaimana Abramovic menyulap Chelsea menjadi tim yang menakutkan di Eropa. Atau Glazer yang sudah berkuasa di United beberapa tahun belakangan. Walaupun sebagaian orang-orang tersebut lebih mengutamakan bagaimana bisnis mereka berkembang di sepakbola. Minimal mereka mencoba memajukan sepakbola. Lihat saja transfer-transfer bombastis yang dilakukan Abramovic untuk Chelsea atau sepak terjang keluarga Glazer bersama United. Nama-nama besar selalu hadir disetiap bursa transfer didengungkan. Semua itu dilakukan atas dasar ingin membuat klub yang mereka sokong menjadi lebih besar dan berprestasi.
Bagaimana dengan sepakbola Istrael sendiri? hampir setiap tahun saya selalu melihat perwakilan mereka mentas di ajang Eropa. Baik itu Liga Champions ataupun piala UEFA. Tapi, sejauh mana perwakilan mereka melangkah? Untuk kadar Liga Champions, perwakilan agung mereka hanya sampai pada fase 32 besar. Tak lebih dan kurang. Jika sedang beruntung, mereka masih mendapatkan jatah bermain di piala UEFA berkat duduk diperingkat ketiga di fase grup. Untuk kadar piala UEFA, agak lebih baik, perwakilan mereka kerap maju ke fase gugur. Namun hanya sebatas itu, sungguh menyedihkan.
Apalagi jika kita mencoba mencari rekam jejak pemain mereka yang terkenal di dunia sepakbola secara keseluruhan. Berapa persentasenya? Kecil sekali. Saya hanya mencatat nama Yossi Bennayoun saja. Yossi pernah membela Liverpool, Chelsea dan West Ham. Namun untuk dua nama pertama, Yossi bukanlah pilihan utama. Pasalnya, kualitas Yossi masih jauh untuk bersaing dengan pemain sekaliber Gerrard ataupun Lampard. Yossi jelas bukan pilihan yang baik untuk diturunkan dari awal laga. Ditambah lagi, ia kerap inkonsisten dan bingung dalam bermain. Ia bak domba tersesat diantara gundukan berlian. Sungguh memilukan.
Yang jadi pertanyaan, apakah federasi sepakbola Istrael pernah memikirkan kepiluan saya tersebut. Jika boleh jujur, mereka sebenarnya memiliki potensi untuk menjadi lebih baik dan mampu menghasilkan pemain-pemain yan berkualitas apabila itu tadi, mereka mencoba menyisihkan sedikit dari dana perang untuk memajukan sepakbolanya, merapihkan struktur pembinaan pemain muda bahkan bisa saja tim nasional mereka lolos ke piala Eropa atau piala Dunia. Bukankah itu tidak terlalu muluk untuk mereka? Bisa saja mereka menemukan Messi atau Neymar baru di tanah yahudi bukan?
Jika memang benar mereka bisa memajukan persepakbolaan mereka. Bukankah nantinya nama mereka akan harum di mata Internasional? Bukankah hal tersebut amat baik untuk merapihkan kredibilitas mereka yang kerap di cap tak memiliki rasa kemanusiaan karena kerap membunuh orang-orang yang tak bersalah? Dan jika sepakbola mereka menjadi maju, bisa saja mereka membantai Jerman atas nama balas dendam bangsa yahudi yang sudah dibunuh Hitler puluhan tahun lalu melalui sepakbola. Semua kemungkinan bisa terjadi. Mereka bisa membuat Angela Merkel menjadi jalang murahan dengan sepakbola.

Rabu, 30 Juli 2014

Mengenang 7 tahun kompilasi Mesin Waktu: Teman-Teman Menyanyikan Lagu Naif


Cover Album Mesin Waktu: Teman-Teman Menyanyikan Lagu Naif



Saya pertama membeli kompilasi ini di tahun 2007, ketika masih duduk di bangku sekolah menengah. Dengan uang saku seadanya, saya membeli kompilasi super berharga ini dalam format kaset. Saat itu, kasetnya sendiri berharga Rp 20.000, sebuah harga yang relevan untuk anak SMP macam saya. Apalagi, saya juga hanya memiliki tape sebagai media player pemutar, cocoklah.

Tak kurang 14 lagu dimainkan oleh artis-artis sidesterm. Ada beberapa rekan seangkatan Naif dalam industri musik seperti Fable dan Cherry Bombshell. Rekan-rekan musisi dari almamater Naif, Institiut Kesenian Jakarta seperti the Adams, Karon n Roll, White Shoes dan Goodnight Electric. Selain itu, ada beberapa nama lain yang cukup fenomenal di ranah underground lokal seperti Superglad, Sore, Tika, Icarie, Brandals, Media Distorsi, Monophones, serta band asal negeri Upin-Ipin, Couple.

Adanya kompilasi ini jelas memberikan stigma bahwa Naif sudah di cap sebagai legenda musik Indonesia. Bahkan Slank, Dewa, bahkan Gigi hingga kini belum mendapatkan tribute atas apa yang mereka persembahkan 20 tahun belakangan ini. Inilah yang membuat Naif spesial dari beberapa nama yang saya sebutkan diatas. Karya yang dihasilkan David, Pepeng, Emil, Jarwo dan Chandra (dimanapun ia berada sekarang)  memang tak pernah bosan untuk di dengarkan dalam era apapun, oleh siapapun oleh kalangan manapun. Bahkan, jika anda adalah penikmat musik hingar bingar yang keras dan menyayat telinga. Anda juga masih bisa membuka celah untuk mulai menyukai David dan kolega.

Albumi ini cukup unik, semua artis yang berpartisipasi memberikan warna musiknya masing-masing. Mulai dari Pop, Rock, Electronic, Rock and Roll bahkan hingga Swing/Jazz sekalipun. Semua artis yang tampil seakan menjadi headline di album ini. Mereka bermain dengan sangat lepas tanpa menghilangkan esensi dari lagu lama Naif itu sendiri.

Saya cukup menyayangkan, mengapa lagu Possesif, Towal-Towel, Yts: Ibu, Uang, Johan dan Enny tak masuk kedalam kompilasi ini. Padahal lagu tersebut cukup membuat saya tersenyum sungging. Semoga saja akan ada tribute kedua untuk Naif dan para artis yang berkontribusi membawakan lagu-yang saya sebutkan tadi, semoga hal tersebut bisa terealisasi.

Tujuh tahun telah berlalu semenjak dirilisnya kompilasi bersejarah ini. Hingga hari ini, saya masih mendengarkan album ini secara penuh dengan tape tua saya yang sudah tak bisa diharapkan lagi kejernihan suaranya. Saya beruntung bisa memilikinya dan menjadi bagian dari sejarah perjalanan Naif. Naif sendiri juga masih memproduksi album studio hingga hari ini. Namun kini mereka lebih mengusung tema percintaan. Sebuah tema yang jarang diangkat Naif dalam karya-karyanya. Sudahlah, saya tak ingin membicarakan album terkini dari Naif.

Oh iya, mungkin saja tiga tahun lagi, album ini akan dirilis ulang dalam format Vynil. Bisa saja hal itu terjadi. mengingat kini budaya vynil tengah marak di kalangan sidesterm. Toh album ini memang layak untuk dikoleksi dalam format itu. Jika memang jadi dirilis dalam format vynil. Saya tentu tak bisa membelinya karena keterbatasan sumber daya keuangan sebagai mahasiswa tingkat akhir yang memprioritaskan membeli tinta printer dan kertas HVS demi selesainya tugas akhir.