Minggu, 09 November 2014

Analisis sederhana Manchester City musim ini


And the Sadness Begin.............


Manchester City kini sedang dalam keadaan darurat. Usai menang 1-0 di derby Manchester pekan lalu, the Eastlands kurang menunjukan giginya di dua laga terakhir. Tim yang diarsiteki Pellegrini ini seakan tampil melempem. Semalam, City dipaksa “hanya” membawa pulang satu angka dari Loftus Road, kandang dari Queens Park Rangers. Dua gol dari Aguero semalam hanya membantu City terhindar dari kekalahan.

Sebenarnya, performa City memang anjlok pasca kalah dari West Ham United beberapa pekan lalu. Lini belakang mereka seakan terlalu kaget menerima eksploitasi dari lawan. Semenjak itu, status City sebagai tim petrodollar mulai dipertanyakan. Mereka lantas kalah oleh Newcastle United di babak keempat piala liga serta hanya menang tipis atas United di derby kemarin, itupun dengan cara main “yang membosankan” pula, dan saat menjamu CSKA di Etihad, City keok 1-2.

Jika ingin dianalisis, apa yang menyebabkan City kurang menggigit musim ini (dan di musim-musim sebelumnya, tentu saja), mungkin saya bisa menjabarkannya secara ringkas, tentu saja penjabaran saya masih prematur dan ada kemungkinan salah dimana-mana.
·         Faktor musim genap

Ini mungkin akan mengusik saya, bahkan anda yang mengaku sebagai die hard fans Man City. Anda bisa lihat beberapa musim kebelakang. Di musim 2010/11, City memang berhssil mengalahkan Stoke City di final piala FA, dan memposisikan diri di jajaran elit Premier League, dengan berdiri tegap di peringkat ketiga. Namun mereka kandas di  16 besar EURO Cup oleh Dynamo Kiev, yang memiliki materi pemain dibawah City. Seharusnya diatas kertas, City bisa mengtasi eks klub Andry Shevchenko itu. Pada musim 2012/13. City hancur sehancur hancurnya. Hal ini bisa dilihat dari melempemnya mereka di liga, kekalahan tragis di Final piala FA oleh Wigan, serta gagal lolosnya mereka ke fase 16 besar Liga Champions. Menjuarai Communitty Shield bukanlah sebuah hal yang patut dibanggakan. Itu hanyalah piring cantik yang dibingkai sedemikian rupa, tak ada nilai di dalamnya. Dan pada akhir musim, Roberto Mancini terpaksa dienyahkan dari Etihad.

Musim ini sepertinya sami mawon dengan musim 2012/13. Status  City sebagai juara Premier League dan piala liga musim lalu seakan menambah beban di pundak mereka. Siapa bisa bayangkan tim dengan komposisi pemain super menakjubkan ini bisa kalah dari Stoke City, West Ham, CSKA, bahkan Newcastle sekalipun? Anda semua tak bisa mengiranya bukan? Ngeri.

Apalagi jika anda seorang glory hunter yang tiba-tiba mendukung City karena raihan gelar mereka. Apa yang bisa diharapkan City musim ini? Untuk Premier League, Chelsea tak terbendung lagi. Saya bisa memastikan, Chelsea sudah melengkapi syarat untuk juara liga musim ini. Piala liga? City sudah kandas di babak keempat oleh tim yang pernah dibela Santiago Munez di film Goal. Liga Champions? Peluang City untuk lolos saja sudah berat, mentalitas tim kota pelabuhan ini masih cemen untuk tampil di ajang paling presis sebenua biru. Communitty Shield? City kalah 3-0 dari Arsenal. Satu-satunya trophy yang bisa diraih adalah piala FA, itupun masih tanda tanya. Karena kita belum tahu siapa lawan city di babak-babak selanjutnya. Tapi pertanyaannya, apakah Mansour rela uang yang sudah ia habiskan untuk membangun City musim ini hanya berbuah piala FA? Silahkan tanya kepadanya.

·         Mentalitas

Pada dasarnya, semenjak awal dibeli oleh Thaksin, hingga sekarang dimiliki oleh Mansour. City bukanlah tim yang di design untuk menjadi juara, saya yakin sekali. Lihat saja daftar transfer City. Apakah mereka yang pernah / sedang bermain di City memiliki mental pemenang? Mungkin hanya Yaya Toure dan Frank Lampard yang memiliki tipikal pemenang. Dari segi pelatih juga demikian. Apa sumbangsih para pelatih City terdahulu sebelum Pellegrini? Mancini bisa membuat Inter terlihat hebat saat Juventus tak ada di serie A, Mark Hughes hanya membuang-buang uang di the Sky Blues. Sven-Goran Erickson hanyalah pesakitan bagi timnas Inggris. Pellegrini? ia hanya mewarisi skuad “sisaan” Mancini sebelum membawa City meraih double winners kemarin. Bukankah begitu? Mentalitas City sebagai tim besar mulai dipertanyakan.

·         Gaji pemain yang kelewat tinggi

Dulu, anda hanya bisa melihat segelintir pemain dyang memiliki gaji diatas 100.000 Pounds sepekan. Biasanya, pemain ini adalah pemain sentral di timnya dan memiliki pengaruh besar seperti Gerrard, Lampard, Terry, Ronaldo, Messi dan lain sebagainya. Orang-orang tersebut jelas memiliki pengaruh cukup signifikan di timnya. Namun City sepertinya tak memikirkan hal itu. Skuad mereka dihuni oleh pemain-pemain yang bisa dibilang semenjana untuk digaji besar. Lihat saja Edin Dzeko, Samir Nasri, Alex Kolarov misalnya. Apa yang mereka berikan untuk tim sejauh ini? Kolarov terlalu berlebihan untuk dibayar mahal. Kualitasnya kurang untuk kategori pemain mahal. Nasri? Ah ia bukanlah sosok yang penting-penting amat bagi tim, ia juga belum bisa dikatakan sebagai otak permainan. Medioker. Dzeko? Hanya orang gila yang mau membayar striker tumpul ini dengan gaji fantastis. Koleksi golnya sangat minim untuk seorang striker mahal. Mereka seharusnya dapat menunjukan permainan yang ciamik, mengingat pendapatan mereka sangatlah besar, sialnya lagi, mereka yang digaji tinggi di City tak memiliki mental sebagai pemenang. Menyebalkan.

·         Director of Football (DoF)

Mansour menunjuk Txiki Begiriastain untuk menjadikan City sebagai suksesor Barcelona di ranah Britania. Tapi jika saya telaah, Txiki hanya membuat kekacauan di City. Lihat saja transfer-transfer flop City seperti Javi Garcia, Matija Nastasic, Stefan Jovetic, hingga yang terbaru, Eliaquim Mangala. Semuanya bisa dibilang gagal. Mungkin dari sekian transfer tersebut, hanya Negredo yang bisa dibilang lumayan. Tapi kita harus ingat, Negredo sudah tidak ada di City sekarang.

Campur tangan DoF pada sesi transfer (untuk konteks liga inggris) memang menyebalkan. Seharusnya manager memiliki opsi lebih banyak perihal jual beli pemain. DoF sebetulnya tidak terlalu diperlukan di liga Inggris. Lihat saja performa Spurs / Newcastle musim lalu, mereka tak bisa berbuat banyak di liga akibat pemain yang dibeli DoF mereka tidak benar-benar diperlukan oleh pelatih. Spurs gagal ke Liga Champions, Villas-Boas dipecat karena dianggap gagal. Sementara Newcastle hampir degradasi kemarin akibat banyaknya campur tangan Joe Kiennar, jika Lord Remy tak berbaik hati menyumbangkan gol-golnya, Newcastle bisa lenyap dari daftar tim yang berlaga di Premier League musim ini Atas dasar itulah, saya mulai mengerti mengapa Jose Mourinho tak ingin ada campur tangan DoF dalam membangun timnya.

·         Ambisi Mansour sebagai pemilik dan Status sebagai tim modern

Sebagai seorang investor, sudah barang tentu Mansour mengharapkan sesuatu dari investasinya. Ratusan juta pounds sudah ia keluarkan demi membangun City menjadikan sebagai salah satu tim besar yang siap bersaing di pentas lokal maupun Eropa. Semenjak Mansour mengakusisi City dari Thaksin, ia sudah mendapatkan semua gelar di kancah domestik. Piala FA (2010/11), Community Shield (2012/13), Premier League (2011/12, 2013/14) dan Capital One (2013/14). Gelar-gelar itu tentu bukan hal yang prestisius bagi Mansour. Liga Champions adalah hal yang wajib direngkuh City. Mansour sadar, City tentu tidak mudah menggapainya. Beberapa waktu lalu, ia hanya menargetkan kepada Pellegrini untuk lolos ke babak perempat final Liga Champions musim ini. Secara kasat mata, hal ini tidaklah sulit mengingat City memiliki skuad super yang mungkin saja bisa menjuarai Liga Champions. Namun sepertinya, mentalitas merekalah yang membuat sulitnya berprestasi di Eropa. Sialnya lagi, Mansour memiliki kesabaran lebih untuk pelatih. Ia tak segan memecat pelatih jika target tak sesuai harapan. Hal inilah yang membuat City gagal berkembang, mereka kurang menikmati proses perjalanan menuju kejayaan. Hal ini jelas membuat City tak memiliki filosofis permainan yang jelas seperti United di Era Ferguson, Arsenal di bawah Wenger. Ah City terlalu modern untuk sepakbola, dimana hasil menjadi lebih penting daripada proses.

Beberapa faktor inilah yang membuat perjalanan City agak tersendat di semua ajang. Sebagai fans, saya tentu hanya bisa mengambarkan kondisi tim kesayangan melalui sisi subjektivitas saja. Tentu saja  validnya tulisan ini masih prematur. Anda boleh mengamininya boleh tidak bahkan boleh menyangkalnya. Apapun itu, City harus berdiri diatas United musim ini. itu sudah cukup.

Sabtu, 01 November 2014

Jelang Derby Manchester: Perang Argentinos, pelipur lara dan penguasa kota.


A Pride of Manchester : City or United?


Ada hal yang cukup menarik perhatian saya ketika orang-orang Argentina melakukan ekspansi ke sisi-sisi Manchester belakangan ini. seperti kita tahu, City sudah memiliki para Argentinos macam Aguero, Zabaleta, Demichelis dan yang terbaru Willy “Van Diesel” Caballero, yang baru saja bergabung dari Malaga musim ini. Orang-orang Argentina ini memiliki peranan yang cukup signifikan di Manchester biru. Zabaleta adalah pembunuh kelas kakap yang kerap melakukan penetrasi berbahaya ke kotak terlarang lawan. Demichelis masih bisa dibilang kuat untuk mengawal lini belakang City, walaupun usianya sudah termakan habis, ia sudah memiliki segudang pengalaman membela tim-tim beken Eropa. Aguero adalah predator kelas kakap untuk City, ia memiliki porsi mencetak gol yang lumayan semenjak kepergian Alvaro Negredo ke Valencia. Hal ini bisa dilihat dari koleksi 9 golnya bersama City hanya di ajang premier league. Walaupun terkadang inkonsisten, Aguero selalu menjadi andalan City di lini depan. Sementara Caballero sendiri adalah salah satu kiper terbaik La Liga musim kemarin. Ia datang ke City bukan untuk sekedar melapisi Joe Hart. Ia datang untuk menggusur Hart yang kerap bermain bak yoyo belakangan ini. hanya perkara waktu saja untuk kita agar melihat Caballero mengisi pos terakhir the Eastlands.
Kegemilangan para Argentinos di City sepertinya membuat Manchester United agak iri. Selepas kepergian Carlos Tevez beberapa musim lalu, United nampaknya mulai merindukan sosok Argentinos di skuad mereka. Dengan gerilia superkilat di bursa transfer musim panas kemarin, mereka mendatangkan Angel di Maria dari Real Madrid dan Marcos Rojo dari Sporting Lisbon guna mengembalikan kembali kejayaan mereka yang hilang pasca “menjadi klub yang biasa-biasa saja” di bawah arahan David Moyes musim lalu. Kita semua tahu, di Maria adalah sosok yang cukup sentral untuk madrid. Puluhan assist sudah ia bagikan kepada para galaticos bernabeu lainnya. Penetrasi serta tusukan mautnya mampu membuat bek-bek di Spanyol mati kutu. Tak heran jika United mau menggelontorkan dana besar untuk di Maria sekaligus memberikannya nomor 7,  nomor yang sudah tak lagi dianggap legendaris semenjak dikenakan si rapuh Michael Owen.  Sementara Rojo sendiri adalah sok yang cukup piawai dalam mengawal pertahanan. Bahkan, kehadiran Rojo di theatre of dreams adalah permintaan khusus Van Gaal. Dirinya menganggap United terlalu rapuh di lini belakang. Sosok Rojo dianggap pas untuk menambal kebocoran tersebut.
Battle of Argentinos pada derby Manchester akan menjadi pemandangan tersendiri pada Minggu (2/11) besok. Saya berharap ada hadiah manis dari Zabaleta untuk di Maria, hadiah itu cukup dengan membuat kaki di Maria menjadi lumpuh sejenak. Dan saya juga berharap perseturuan Rojo dan Aguero dapat terjadi di lapangan pada derby besok. Semoga saja Aguero terpukul telak di bagian kepala dan menyisakan memar di wajah tampannya. Mungkin keinginan saya agak ngawur, namun apa artinya sebuah derbi jika tak ada tensi tinggi? Bukankah perkelahian juga merupakan salah satu pemicu tingginya tensi permainan?
Terlepas dari perang para imigran asal negara Mario Kempes itu. ada faktor lain yang akan membuat derby kali ini akan berlangsung seru, perihal pelipur lara. Baik City maupun United sama-sama belum meraih kemenangan akhir-akhir ini. United hanya mampu meraih dua poin dalam dua laga terakhirnya di Liga (draw melawan Chelsea dan West Brom). Sementara City lebih parah lagi, hanya meraih sekali seri dalam tiga ajang mereka (Draw melawan CSKA di Liga Champions, Kalah melawan Hipster London, West Ham United di Liga, serta kalah dari Newcastle di babak keempat piala liga). Kemenagan seakan menjadi harga mati untuk kedua tim yang tengah terluka ini. dilihat dari sisi manapun, keduanya memang membutuhkan obat untuk memulihkan performa mereka yang merosot belakangan ini. dan obat tersebut bisa diambil di apotik Etihad besok sore.
Disamping kemenagan, baik United maupun City akan sama-sama bernafsu untuk membuktikan diri menjadi yang terbaik di Manchester. Musim lalu, saat masih ditangani Moyes. United berhasil mencetak rekor. Mereka harus kalah baik kandang maupun tandang oleh City. Ini jelas memalukan, mengingat United adalah tim besar, mereka harus kalah dari tim kemarin sore, dua kali, di musim yang sama, kota yang sama. Untungnya tidak kalah 1-6. Ah sudahlah, ini hanya dagelan semata. Sementara City sendiri ingin membuktikan diri sebagai Pride Of Manchester kepada United. Mereka adalah satu-satunya wakil asal kota pelabuhan ini yang tampil di liga champions selepas United menyatakan bosan tampil di ajang ini musim kemarin. Sementara itu, Meneer Van Gaal juga harus membuktikan dirinya lebih hebat dari Pellegrini perihal adu taktik. Mengingat Van Gaal adalah salah satu pelatih dengan Cv terbaik di Eropa. Apapun alasannya, status sebagai penguasa kota jelas mutlak dimiliki keduanya. Kemenangan jadi hal yang harus diraih kedua tim. Hasil seri bukalah hal yang diinginkan kedua tim. Sekalipun nantinya harus berakhir seri, minimal harus ada korban dalam pertarungan besok. Here there are mate. .enjoy Manchester Derby !!!