![]() |
And the Sadness Begin............. |
Manchester
City kini sedang dalam keadaan darurat. Usai menang 1-0 di derby Manchester
pekan lalu, the Eastlands kurang menunjukan giginya di dua laga terakhir. Tim
yang diarsiteki Pellegrini ini seakan tampil melempem. Semalam, City dipaksa
“hanya” membawa pulang satu angka dari Loftus Road, kandang dari Queens Park
Rangers. Dua gol dari Aguero semalam hanya membantu City terhindar dari
kekalahan.
Sebenarnya,
performa City memang anjlok pasca kalah dari West Ham United beberapa pekan
lalu. Lini belakang mereka seakan terlalu kaget menerima eksploitasi dari
lawan. Semenjak itu, status City sebagai tim petrodollar mulai dipertanyakan.
Mereka lantas kalah oleh Newcastle United di babak keempat piala liga serta
hanya menang tipis atas United di derby kemarin, itupun dengan cara main “yang
membosankan” pula, dan saat menjamu CSKA di Etihad, City keok 1-2.
Jika
ingin dianalisis, apa yang menyebabkan City kurang menggigit musim ini (dan di
musim-musim sebelumnya, tentu saja), mungkin saya bisa menjabarkannya secara
ringkas, tentu saja penjabaran saya masih prematur dan ada kemungkinan salah
dimana-mana.
·
Faktor musim genap
Ini
mungkin akan mengusik saya, bahkan anda yang mengaku sebagai die hard fans Man
City. Anda bisa lihat beberapa musim kebelakang. Di musim 2010/11, City memang
berhssil mengalahkan Stoke City di final piala FA, dan memposisikan diri di
jajaran elit Premier League, dengan berdiri tegap di peringkat ketiga. Namun mereka
kandas di 16 besar EURO Cup oleh Dynamo
Kiev, yang memiliki materi pemain dibawah City. Seharusnya diatas kertas, City
bisa mengtasi eks klub Andry Shevchenko itu. Pada musim 2012/13. City hancur
sehancur hancurnya. Hal ini bisa dilihat dari melempemnya mereka di liga,
kekalahan tragis di Final piala FA oleh Wigan, serta gagal lolosnya mereka ke
fase 16 besar Liga Champions. Menjuarai Communitty Shield bukanlah sebuah hal
yang patut dibanggakan. Itu hanyalah piring cantik yang dibingkai sedemikian
rupa, tak ada nilai di dalamnya. Dan pada akhir musim, Roberto Mancini terpaksa
dienyahkan dari Etihad.
Musim
ini sepertinya sami mawon dengan musim 2012/13. Status City sebagai juara Premier League dan piala
liga musim lalu seakan menambah beban di pundak mereka. Siapa bisa bayangkan
tim dengan komposisi pemain super menakjubkan ini bisa kalah dari Stoke City,
West Ham, CSKA, bahkan Newcastle sekalipun? Anda semua tak bisa mengiranya
bukan? Ngeri.
Apalagi
jika anda seorang glory hunter yang tiba-tiba mendukung City karena raihan
gelar mereka. Apa yang bisa diharapkan City musim ini? Untuk Premier League,
Chelsea tak terbendung lagi. Saya bisa memastikan, Chelsea sudah melengkapi
syarat untuk juara liga musim ini. Piala liga? City sudah kandas di babak
keempat oleh tim yang pernah dibela Santiago Munez di film Goal. Liga Champions?
Peluang City untuk lolos saja sudah berat, mentalitas tim kota pelabuhan ini
masih cemen untuk tampil di ajang paling presis sebenua biru. Communitty
Shield? City kalah 3-0 dari Arsenal. Satu-satunya trophy yang bisa diraih
adalah piala FA, itupun masih tanda tanya. Karena kita belum tahu siapa lawan
city di babak-babak selanjutnya. Tapi pertanyaannya, apakah Mansour rela uang
yang sudah ia habiskan untuk membangun City musim ini hanya berbuah piala FA?
Silahkan tanya kepadanya.
·
Mentalitas
Pada
dasarnya, semenjak awal dibeli oleh Thaksin, hingga sekarang dimiliki oleh
Mansour. City bukanlah tim yang di design untuk menjadi juara, saya yakin
sekali. Lihat saja daftar transfer City. Apakah mereka yang pernah / sedang
bermain di City memiliki mental pemenang? Mungkin hanya Yaya Toure dan Frank
Lampard yang memiliki tipikal pemenang. Dari segi pelatih juga demikian. Apa
sumbangsih para pelatih City terdahulu sebelum Pellegrini? Mancini bisa membuat
Inter terlihat hebat saat Juventus tak ada di serie A, Mark Hughes hanya
membuang-buang uang di the Sky Blues. Sven-Goran Erickson hanyalah pesakitan
bagi timnas Inggris. Pellegrini? ia hanya mewarisi skuad “sisaan” Mancini
sebelum membawa City meraih double winners kemarin. Bukankah begitu? Mentalitas
City sebagai tim besar mulai dipertanyakan.
·
Gaji pemain yang kelewat tinggi
Dulu,
anda hanya bisa melihat segelintir pemain dyang memiliki gaji diatas 100.000
Pounds sepekan. Biasanya, pemain ini adalah pemain sentral di timnya dan
memiliki pengaruh besar seperti Gerrard, Lampard, Terry, Ronaldo, Messi dan
lain sebagainya. Orang-orang tersebut jelas memiliki pengaruh cukup signifikan
di timnya. Namun City sepertinya tak memikirkan hal itu. Skuad mereka dihuni
oleh pemain-pemain yang bisa dibilang semenjana untuk digaji besar. Lihat saja
Edin Dzeko, Samir Nasri, Alex Kolarov misalnya. Apa yang mereka berikan untuk
tim sejauh ini? Kolarov terlalu berlebihan untuk dibayar mahal. Kualitasnya kurang
untuk kategori pemain mahal. Nasri? Ah ia bukanlah sosok yang penting-penting
amat bagi tim, ia juga belum bisa dikatakan sebagai otak permainan. Medioker.
Dzeko? Hanya orang gila yang mau membayar striker tumpul ini dengan gaji
fantastis. Koleksi golnya sangat minim untuk seorang striker mahal. Mereka seharusnya
dapat menunjukan permainan yang ciamik, mengingat pendapatan mereka sangatlah
besar, sialnya lagi, mereka yang digaji tinggi di City tak memiliki mental
sebagai pemenang. Menyebalkan.
·
Director of Football (DoF)
Mansour
menunjuk Txiki Begiriastain untuk menjadikan City sebagai suksesor Barcelona di
ranah Britania. Tapi jika saya telaah, Txiki hanya membuat kekacauan di City.
Lihat saja transfer-transfer flop City seperti Javi Garcia, Matija Nastasic,
Stefan Jovetic, hingga yang terbaru, Eliaquim Mangala. Semuanya bisa dibilang
gagal. Mungkin dari sekian transfer tersebut, hanya Negredo yang bisa dibilang
lumayan. Tapi kita harus ingat, Negredo sudah tidak ada di City sekarang.
Campur
tangan DoF pada sesi transfer (untuk konteks liga inggris) memang menyebalkan.
Seharusnya manager memiliki opsi lebih banyak perihal jual beli pemain. DoF
sebetulnya tidak terlalu diperlukan di liga Inggris. Lihat saja performa Spurs
/ Newcastle musim lalu, mereka tak bisa berbuat banyak di liga akibat pemain
yang dibeli DoF mereka tidak benar-benar diperlukan oleh pelatih. Spurs gagal
ke Liga Champions, Villas-Boas dipecat karena dianggap gagal. Sementara
Newcastle hampir degradasi kemarin akibat banyaknya campur tangan Joe Kiennar,
jika Lord Remy tak berbaik hati menyumbangkan gol-golnya, Newcastle bisa lenyap
dari daftar tim yang berlaga di Premier League musim ini Atas dasar itulah,
saya mulai mengerti mengapa Jose Mourinho tak ingin ada campur tangan DoF dalam
membangun timnya.
·
Ambisi Mansour sebagai pemilik dan
Status sebagai tim modern
Sebagai
seorang investor, sudah barang tentu Mansour mengharapkan sesuatu dari
investasinya. Ratusan juta pounds sudah ia keluarkan demi membangun City
menjadikan sebagai salah satu tim besar yang siap bersaing di pentas lokal
maupun Eropa. Semenjak Mansour mengakusisi City dari Thaksin, ia sudah mendapatkan
semua gelar di kancah domestik. Piala FA (2010/11), Community Shield (2012/13),
Premier League (2011/12, 2013/14) dan Capital One (2013/14). Gelar-gelar itu
tentu bukan hal yang prestisius bagi Mansour. Liga Champions adalah hal yang
wajib direngkuh City. Mansour sadar, City tentu tidak mudah menggapainya.
Beberapa waktu lalu, ia hanya menargetkan kepada Pellegrini untuk lolos ke
babak perempat final Liga Champions musim ini. Secara kasat mata, hal ini
tidaklah sulit mengingat City memiliki skuad super yang mungkin saja bisa
menjuarai Liga Champions. Namun sepertinya, mentalitas merekalah yang membuat
sulitnya berprestasi di Eropa. Sialnya lagi, Mansour memiliki kesabaran lebih
untuk pelatih. Ia tak segan memecat pelatih jika target tak sesuai harapan. Hal
inilah yang membuat City gagal berkembang, mereka kurang menikmati proses
perjalanan menuju kejayaan. Hal ini jelas membuat City tak memiliki filosofis
permainan yang jelas seperti United di Era Ferguson, Arsenal di bawah Wenger. Ah
City terlalu modern untuk sepakbola, dimana hasil menjadi lebih penting
daripada proses.
Beberapa
faktor inilah yang membuat perjalanan City agak tersendat di semua ajang. Sebagai
fans, saya tentu hanya bisa mengambarkan kondisi tim kesayangan melalui sisi subjektivitas
saja. Tentu saja validnya tulisan ini
masih prematur. Anda boleh mengamininya boleh tidak bahkan boleh menyangkalnya.
Apapun itu, City harus berdiri diatas United musim ini. itu sudah cukup.